Tuesday, January 6, 2009

Semangat yang tak Kunjung Padam

Setelah puas keliling museum di kota tua Jakarta, malamnya kami menyempatkan diri untuk nonton pagelaran wayang orang di Gedung Wayang Orang Bharata Jalan Kalilio No. 1 Senen.

Diluar gedung nampak mobil sudah banyak yang parkir, beruntung saya mendapat posisi parkir yang strategis, tidak terlalu jauh dengan pintu masuk gedung pertunjukan. Di depan pintu masuk, terpampang Lakon Wayang yang akan digelar malam itu “Bambang Pramusinta”. Saya tidak terlalu memikirkan lakon pagelaran, yang penting nonton.

Ini kali pertama kami sekeluarga nonton pagelaran wayang secara life, saya sedikit berjuang untuk bisa menembus kerumunan orang yang berjubel membeli tiket. Semula kami menyangka tiket yang ditawarkan berkisar seratus ribuan rupiah, maklum biaya operasional sebuah pagelaran yang melibatkan banyak orang pastilah membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit. Ternyata, ya ampun… tiketnya hanya Duapuluh ribu rupiah!!!

Setelah menyerahkan tiket pada petugas, kami memasuki ruang pertunjukan berkapasitas 280 orang dengan sukacita. Panggung masih ditutupi tirai merah menjuntai.



Gamelan mengalun lembut melantunkan tembang jawa, menyambut kedatangan penonton yang sangat antusias.

Kami duduk di deretan bangku belakang berpencar dalam 3 kelompok, sulit bagi kami mendapat tiket dalam satu deret kursi, maklum penontonnya full house. kursi di deretan depan dan tengah sudah sesak oleh penonton yang sebagian besar orang tua yang mengajak anak-anak dan cucunya.

Beberapa orang terlihat masih sibuk menata posisi duduk yang nyaman. Anak sulung saya yang masih kelas 5 SD duduk dideretan bangku paling belakang sederet dengan saudara sepupunya yang hampir sebaya beserta pakde dan mbak yang membantu di rumah, saya beserta istri di deretan depannya, sedangkan anak bungsu saya yang masih TK B di depan saya sederet dengan eyang dan nenek beserta tantenya.

Pukul 20.30. acara dibuka oleh sekelompok wanita yang menari dengan anggun, dan pagelaranpun dimulai.

Walaupun tidak mengerti secara keseluruhan jalannya cerita, ada kenikmatan tersendiri bisa nonton wayang orang secara life. Saya begitu menikmati setiap gerakan penari yang begitu professional menyuguhkan kemampuannya didalam mementaskan adegan peradegan. Anak saya yang TK juga menyimak adegan per adegan bahkan sesekali terlihat bertanya pada kedua eyang yang duduk disamping kiri kanannya.

suasana berubah penuh gelak tawa ketika punakawan mulai beraksi. walau tidak begitu paham dengan bahasanya, anak saya ikut ketawa melihat aksi kocak mereka.



Selama pertunjukan, penonton bebas untuk makan dan minum, bahkan penjual nasi goreng di depan gedung dengan bebas berseliweran keluar masuk ruang pertunjukan sambil membawa nasi goreng dan minuman botol pesanan penonton. Suasana yang begitu merakyat dan mengharukan.



Seusai pertunjukan kedua anak saya mengomentari panjang lebar pementasan yang baru saja dilihatnya, eyangnya menceritakan secara garis besar mengenai jalannya cerita. Dari situ saya paham, betapa dalam makna filosofi yang terkandung didalamnya.

Saya kagum kepada Kelompok Wayang Orang Bharata, Siapa sangka di Jakarta yang terkenal dengan gemerlap hiburan malam, ternyata masih menyimpan permata kesenian tradisional wayang orang yang menjadi hiburan tiga generasi, mereka begitu bersemangat, tidak terpengaruh dengan masalah kecilnya pendapatan dari penjualan tiket murah yang jelas sulit untuk menutup biaya operasional (walaupun full house).

Salut kepada Kelompok Wayang Orang Bharata, saya berterimakasih kepada mereka, berkat semangat mereka yang tak kunjung padam, saya dan keluarga dapat menikmati permata warisan budaya bangsa yang tak ternilai harganya, semoga tetap lestari…

1 comment:

  1. jadi sedih bacanya, hiks.. Semoga lebih banyak lagi keluarga selain keluarga pak Pras yang mau menguri-nguri kebudayaan sendiri ya Pak..

    ReplyDelete