Sunday, December 12, 2010

Resep Nasi Bakar isi Jamur Kancing Plus Lalab Pucuk daun Mete

Ingin mencoba menghadirkan suasana lain di rumah melalui sajian kuliner? Cobalah untuk membuat nasi bakar isi jamur, selain mudah, murah, juga nikmat.

Resep nasi bakar isi jamur ini saya peroleh dari buku “Variasi Olahan Nasi Praktis, enak, lezat dan menyehatkan” dari dapur Koki Hoki. Lumayan juga untuk di uji coba, mumpung lagi liburan, kebetulan bahan yang diperlukan sebagian besar sudah ada di rumah, jadi tinggal beli beberapa kekurangan yang diperlukan di pasar dekat rumah.

Bahan yang diperlukan:

1 sdm margarine, 1mangkuk nasi, ½ ons ayam, ½ ons jamur kancing, Daun pisang, dan tusuk lidi (diganti tusuk gigi)

Bumbu:

2 siung bawang putih, ½ bawang bombai, 2 cabe merah, Kemangi, 1 batang daun bawang, 2 cm serai, ½ sdt garam, 1 sdt kaldu ayam, Penyedap rasa.

Cara membuat:

Bawang bombai, cincang halus, cabe merah, cincang kasar, Bawang putih cincang halus, daun bawang, potong serong, Ayam, cincang kasar, serai, cincang halus, Campurkan semua bahan dan bumbu dengan nasi, serta minyak, Bungkus dengan daun pisang dan tusuk ujungnya dengan lidi atau tusuk gigi, Kukus selama 30 menit, Sesudah matang bakar di atas api selama 10 menit.

Saya sengaja mencoba membakar nasi yang udah dikukus di atas meja makan. Kebetulan saya baru beli tungku gerabah alias anglo dari tanah liat di Bandung, katanya sih buatan Cirebon. Harganya cukup murah Cuma Rp. 10.000,- . untuk mengurangi efek panas dari anglo terhadap meja makan (yang terbuat dari kayu jati dan bilah bambu yang dilapisi kaca), saya membuat tatakan dari sisa potongan kayu dan dialasi dengan tatakan piring dari tikar pandan.

Kelebihan membakar nasi bakar dengan angglo ini ialah; pertama, saya tidak perlu mengipasi arang tempurung kelapa yang sudah membara, praktis tidak banyak mengeluarkan asap (bahkan nyaris tidak berasap); kedua, aroma khas bara tempurung kelapa yang membakar daun pembungkus nasi bakar memberikan sensasi sendiri terhadap rasa masakan dan suasana di ruang makan; ketiga memberikan kesadaran bahwa bahan yang biasa –biasa saja bila diolah secara variatif bisa disajikan secara luar biasa.

Sehabis membakar nasi, bara yang ada masih bisa digunakan untuk membakar terasi, bawang merah, cabe merah (untuk dibuat sambel terasi). Karena masih ada sedikit cemilan singkong rebus, sekalian aja diolesi mentega dan dibakar...

Untuk pucuk daun mete, tidak perlu diolah dengan berbagai bumbu racikan, cukup dicuci dengan air bersih dan disajikan mentah ditemani sambel terasi, wuihh benar-benar nikmat. Saya sendiri baru tahu kalau pucuk daun mete bisa dijadikan lalapan, harganya murah banget, Cuma Rp. 500,- udah dapat seikat pucuk daun mete. selain pucuk daun mete, kami juga menyertakan daun pepaya yang dikukus dan terong bulat sebagai lalapan.

Bagi yang sudah biasa masak, cara pengolahannya terbilang sederhana, namun dari kesederhananaan ini kita bisa menghadirkan suasana lain di rumah dengan menu murah meriah tapi oke.

Beginilah rupa nasi bakar isi jamur kancing yang siap disantap, enak, pulen dan nikmat... apalagi disertai lalap pucuk daun mete plus sambel terasi, eeit.. jadi pengen nambah lagi nih hehehe

selamat mencoba!

Sunday, June 20, 2010

Bakpao Buah Unik Andy Yang Pastry



Ada satu lagi produk kuliner yang bisa dijadikan oleh-oleh dari Bandung,’ Bakpao Buah Andy Yang Pastry’.

Lokasi Andy Yang Pastry tidak terlalu mencolok, letaknya tersembunyi dalam sebuah lorong kecil di Jalan Dalemkaum no 74, dekat alun-alun Bandung. Walau tokonya kecil, tempatnya sangat nyaman dan bersih.


Andy Pastry ternyata tidak hanya memproduksi Bakpao, ada berbagai produk lainya seperti Bagelen Jepang, Kue Ulang tahun, kue basah dan sebagainya.

Layaknya buah-buahan, bakpao ini memiliki daun dan tangkai, warnanya yang mirip buah asli di semprot dengan teknik air brush. Pewarna makanan yang digunakan aman untuk dikonsumsi



Harganya Rp. 6000,- perbuah. Satu box terdiri 10 buah, Saya membeli 4 box bakpao beraneka bentuk, isi bakpao ada yang kacang hitam, kacang hijau, kacang pandan, dan kacang merah. Selain bakpao saya membeli 1 box cantik bagelen Jepang, rasanya enak dan renyah.

Saya membeli cukup banyak bakpao untuk oleh-oleh temen di Kantor hehehe.



Bakpao ini dibuat tanpa bahan pengawet, sehingga daya tahannya terbatas. Hanya dua hari dalam suhu kamar. Tapi untuk daya tahan yang lebih lama lagi kami disarankan untuk mengemas bakpao dalam kantong plastik dan disimpan dalam freezer. Dengan cara ini bakpao bisa bertahan 1 bulan!

Setelah banyak bertanya ini itu tentang bakpao cantik dan unik ini, saya disarankan agar mengukus bakpao selama kurang lebih lima menit sebelum dikonsumsi . Karena penasaran, saya minta contoh bakpao yang dikukus . kami menunggu beberapa menit. Wah… setelah dikukus benar-benar lembut nih bakpao.

Andy Yang Pastry buka mulai jam 08.00 s.d. 18.00, waktu itu kami datang sekitar pukul 16.00, bakpao yang kami beli benar-benar fresh, dikemas dalam box eksklusif cocok buat oleh-oleh nih hahaha…

Keesokan harinya bakpao kami kukus di kantor menggunakan klakat yang biasa kami gunakan untuk dimsum, beginilah kira-kira bentuk bakpao yang telah dikukus, tetap cantik dan menggoda, sayang banget buat di makan hiks.


Wednesday, May 12, 2010

Kentang mirip Simbol Cinta

“Dek sini dek,  lihat ini lucu! Kentangnya mirip ‘Cinta!’”
si Mbak memanggil Silmi yang lagi merengek ke Ibunya.
Silmi menghentikan rengekan dan segera menghampiri si Mbak!
“Hehehe iya ya… kayak cinta! Bagus mbak!” Silmi membolak-balikkan kentang  dari si mbak.



“Kentangnya nggak jadi di kupas ah buat kenang-kenangan”, begitu kata si mbak, alhasil kentang yang bentuknya mirip simbol Cinta tersebut tidak jadi dikupas! Padahal temen-temen kentang lain yang bentuknya standar, tidak beraturan, sudah dikupas, siap dipotong dijadikan sambal goreng kentang!



Sambil bersenandung kecil si mbak menyimpan kentang simbol “Cinta” dan kembali melanjutkan acara memasak sambal goreng kentangnya…

Nikmatnya Spa Ikan Garra Rufa

“Wah, ada ikan! Ikan apaan ni Pak?” Tanya silmi, tangannya menunjuk ribuan ikan kecil di sebuah bak kolam ikan fiber milik counter layanan spa ikan, di lantai dasar sebuah mal di Kawasan Bekasi Barat.

“Oh.. itu ikan untuk spa dek, enak lho tinggal masukin kaki ke kolam ikan, nanti ikannya pada ngerubutin kaki, bisa bikin kaki halus dan mulus lho, hehehe” jawab saya sekenanya.

Di luar dugaan silmi minta di spa ikan. Setelah berkonsultasi sebentar dengan petugas counter, Silmi diperbolehkan untuk menikmati layanan spa ikan, tarifnya perorang Rp. 20.000,- per 20 menit.

Dengan dipandu petugas, silmi diminta untuk memasukan kedua kakinya secara perlahan. Begitu masuk, serentak ratusan ikan “Garra Rufa” mengerubuti kaki Silmi, Silmi tertawa geli, enak pak!



Saya jadi penasaran, maklum belum pernah di spa sama si Garra Rufa sih…
“Mas, saya juga nyoba Mas!”
“Silakan Pak, tapi nanti kaki Bapak diberi antiseptic dulu ya, biar steril”. Berbeda dengan Silmi, orang dewasa yang akan menikmati layanan spa ikan terlebih dahulu di beri antiseptic, dengan cekatan petugas membasuh kedua kaki saya dengan cairan antiseptic khusus.

Kemudian saya diminta untuk memasukkan ke dua kaki saya secara perlahan ke dalam kolam. Baru saja dicelupkan, seketika itu juga ratusan ikan Garra Rufa mengerubuti kaki menyedot dan memakan kulit mati, disebut menyedot karena ikan ini tidak memiliki gigi alias ompong! Ada sedikit perasaan geli, kesemutan serta sensasi sengatan listrik tegangan kecil seperti pijatan di kedua kaki saya, benar-benar nikmat…



Rupanya Farhan dan Ibunya tidak mau kalah, setelah kami panas-panasi, merekapun akhirnya nyemplung juga menikmati spa ikan, dan kita semua menikmati kegelian bersama.

Ikan Garra Rufa yang luar biasa ini berasal dari Turki. Ikan ini memiliki kemampuan untuk memakan sel kulit mati, parasit, sampai kuman sehingga sering disebut sebagai Doctor Fish.

Kata orang, Spa ikan lebih bagus daripada manicure pedicure, karena lebih alami dan lebih bersih, tidak heran jika Garra Rufa mendapat julukan dermatologis mini. Pasalnya, air liurnya mengandung Enzim Dithranol (Anthralin) yang dapat membuat kulit lembap dan kenyal serta menyembuhkan penyakit kulit. sensasi pijatan dan setrum listrik skala kecil yang dirasakan menjadi semacam micro massage di titik-titik akupuntur kaki, Alhasil spa ikan ini dapat memperlancar sirkulasi darah dan pikiran pun fresh.

ikan Garra rufa aslinya hidup di sungai-sungai di negara Timur Tengah seperti di Turki, Syria, Iran dan Irak. Umurnya 4 sampai 6 tahun dengan panjang maksimal 12 cm. Tetapi, ikan yang digunakan untuk terapi adalah ikan yang masih kecil yang berumur 3-6 bulan, umumnya memiliki panjang 1,5 hingga 2 cm. Ikan ini dapat hidup pada air dengan suhu 0 hingga 43 derajat Celcius.



Berikut ini beberapa manfaat yang bisa kita peroleh melalui spa ikan Garra Rufa:
• Membantu pengelupasan kulit mati sehingga proses regenerasi kulit akan semakin baik sehingga didapatkan kulit baru yang lebih halus dengan cepat.
• Meningkatkan penyerapan kelembaban kulit.
• Memperlancar peredaran darah dalam tubuh melalui micro massage di titik-titik akupuntur yang ada di telapak kaki.
• Diyakini dapat mengurangi dan mengaburkan bekas luka.
• Membantu penyembuhan mereka yang menderita penyakit kulit seperti psoriasis.
• Menghadirkan sensasi relaksasi dan menghilangkan stress.

Tanpa terasa waktu 20 menit sudah terlewati, saya diminta untuk mengangkat kaki secara perlahan, walau sesi terapi udah selesai, rupanya ikan Garra rufa masih betah nyedot dan memakan kulit mati yang masih ada di kedua kaki saya, secara perlahan ikan-ikan yang masih getol nyedot berjatuhan ke air seiring dengan diangkatnya kaki saya ke luar kolam.

Mau coba? Asyik lho!

Wednesday, April 21, 2010

Ajaran Kepemimpinan Asthabrata

Beberapa tahun yang lalu saya pernah mengunjungi Museum Purna Bhakti Pertiwi di Jalan Taman Mini I Jakarta. Museum ini bentuk bangunannya sangat unik, mirip nasi tumpeng! Bangunan yang arsitekturnya mirip nasi tumpeng ini konon -melambangkan rasa syukur, keselamatan dan keabadian-


 
Museum Purna Bhakti Pertiwi terdiri atas bangunan utama enam lantai. Tinggi bangunan utama sampai puncak ornamen lidah api berwarna keemasan di atas kerucut terbesar sekitar 45 meter. Sembilan kerucut kecil lainnya melingkari kerucut terbesar.

Ruang Utama diapit empat tumpengan warna kuning. Ruang terdepan adalah Ruang Perjuangan, dikitari Ruang Khusus, Ruang Asthabrata, dan Ruang Perpustakaan.

Di Ruang Utama tersimpan berbagai ragam cinderamata persembahan Tamu Negara RI, kenalan atau sahabat Presiden Soeharto. Selain itu, diruangan ini juga terdapat cinderamata persembahan tamu-tamu atau pejabat dalam negeri. Semua cinderamata tersimpan dalam kotak kaca. Diperlukan waktu berjam-jam untuk bisa menikmati seluruh koleksi museum.

Di ruang Asthabrata, terpampang 30 diorama yang memvisualisasikan adegan wayang kulit sesuai urutan cerita Wahyu Makutha Rama, delapan diantaranya berupa lukisan kaca yang berisi visualisasi asas kepemimpinan Asthabrata.

Asthabrata adalah ajaran kepemimpinan yang diilhami kebesaran dan keseimbangan sifat dan watak delapan unsur alam raya, yaitu : bumi, angin, laut, bulan, matahari, langit, api dan bintang. Asthabrata merupakan ilmu pengetahuan kepemimpinan yang dapat diuji kebenarannya dan bersifat universal.

Inti ajaran kepemimpinan Asthabrata yang terdapat dalam lakon Wahyu Sri Makutha Rama digali oleh pujangga bangsa Indonesia. Ajaran kepemimpinan Asthabrata mengandung makna dan arti yang sangat dalam, karenanya perlu diwariskan dari generasi ke generasi. Berikut saya coba tuliskan kembali ajaran dan ilustrasi Ke delapan asas kepemimpinan yang terdapat dalam diorama di ruang Asthabrata tersebut yaitu :



Watak Bumi : Bumi mempunyai sifat murah hati, selalu memberi hasil kepada siapapun yang mengolah dan memeliharanya dengan tekun. Seorang Pemimpin hendaknya berwatak murah hati, suka beramal dan senantiasa berusaha untuk tidak mengecewakan kepercayaan rakyatnya;



Watak Maruta (Angin): Angin selalu berada di segala tempat, tanpa membedakan dataran tinggi atau rendah, daerah kota ataupun pedesaan. Seorang pemimpin hendaknya selalu dekat dengan rakyat, tanpa membedakan derajat dan martabatnya, hingga secara langsung mengetahui keadaan dan keinginan rakyat.



Watak Samodra (Laut/air): Laut, betapapun luasnya, senantiasa mempunyai permukaan yang rata dan bersifat sejuk menyegarkan. Seorang pemimpin hendaknya menempatkan semua rakyatnya pada derajat dan martabat yang sama dihatinya. Dengan demikian ia dapat berlaku adil, bijaksana dan penuh kasih sayang terhadap rakyatnya.



Watak Candra (Bulan): keberadaan bulan senantiasa menerangi kegelapan malam dan menumbuhkan harapan-harapan yang indah. Seorang pemimpin hendaknya sanggup memberikan dorongan dan mampu membangkitkan semangat rakyatnya, ketika rakyat sedang menderita kesulitan.



Watak Surya (Matahari): matahari adalah sumber dari segala asal kehidupan, yang membuat semua mahkluk tumbuh dan berkembang. Seorang pemimpin hendaknya mampu mendorong dan menumbuhkan daya hidup rakyatnya untuk membangun negara, dengan memberikan bekal lahir dan batin untuk dapat berkarya.



Watak Akasa (langit): langit mempunyai keluasan yang tak terbatatas, hingga mampu menampung apa saja yang datang padanya. Seorang pemimpin hendaknya mempunyai keluasan batin dan kemampuan mengendalikan diri yang kuat, hingga degan sabar mampu menampung pendapat rakyatnya yang bermacam-macam.




Watak Dahana (Api): api mempunyai kemampuan untuk membakar habis dan menghancurleburkan segala sesuau yang bersentuhan dengannya. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa dan berani menegakkan hukum dan kebenaran secara tegas dan tuntas tanpa pandang bulu.


Watak Kartika (Bintang): bintang senantiasa mempunyai tempat yang tetap di langit sehingga dapat menjadi pedoman arah (kompas). Seorang pemimpin hendaknya menjadi teladan rakyat kebanyakan, tidak ragu menjalankan keputusan yang disepakati, serta tidak mudah terpengaruh oleh pihak yang akan menyesatkan.

Tuesday, April 13, 2010

Macam-macam Orang ketika Menerima Pujian dan Cacian

Pernahkah kita memuji atau mencaci maki seseorang? Bagaimana perasaan kita saat memuji atau mencaci maki seseorang? Puas? Bahagia? Sedih? Senang? Lantas bagaimana perasaan kita saat kita menerima pujian atau cacian dari seseorang?

Ada beberapa macam kelompok orang ketika menerima pujian dan cacian:

Ada orang yang memang berharap dipuji ketika melakukan amal perbuatan baik, Orang yang semacam ini akan binasa, atau kalau mujur maka Allah akan memberikan taubat kepadanya.

Ada orang yang tidak menginginkan pujian, namun jika ada yang memuji, dia pun merasa senang dengan pujian tersebut. Hendaklah dia berusaha keras untuk menghilangkan perasaan itu dari dalam hatinya. Tentu saja dia harus berjuang berulang-ulang dan dengan usaha yang cukup keras, dengan demikian diharapkan dia akan menjadi baik.

Ada yang tidak merasa senang jika mendapatkan pujian, sebab dia tahu bahwa pujian hanya akan menimbulkan mudharat, namun perasaan tidak senang itu tidak sampai ke taraf benci. Orang yang seperti ini Insya Allah adalah orang baik, dia hanya perlu diperbaiki keikhlasannya dalam beramal.

Ada yang merasa benci ketika menerima pujian. Namun dia tidak mampu untuk marah kepada orang yang memujinya. Orang yang seperti ini tergolong baik dan diharapkan suatu ketika dia akan mencapai taraf shiddiq.

Ada yang bisa marah kepada orang yang memberinya pujian. Orang tersebut telah sesuai dengan ajaran yang digariskan. Dia hanya tinggal membenahi perasaannya ketika menerima caci maki.

Sedangkan dalam hal menerima caci maki, maka orang juga terbagi menjadi beberapa macam:

Ada yang marah dan dendam ketika dicaci. Bahkan dia mencari saat yang tepat untuk bisa melampiaskan api dendamnya. Orang yang seperti ini akan bingung dan hancur, atau kalau lagi mujur, maka Allah akan memberikan taubat kepadanya.

Ada yang kesal apabila mendengarkan kalimat caci maki. Dia akan segera berlagak wara’ dan berbuat baik dengan niat riya’. Tidak jarang orang itu mencari-cari alasan yang bisa mentolerir keburukan yang dijadikan sebagai fokus cacian. Maka dengan diam-diam dia akan berusaha membongkar kedok keburukan orang yang telah mencaci dirinya. Orang ini tidak jauh berbeda dengan kelompok yang disebutkan di atas, yakni akan binasa dan celaka.

Ada yang marah-marah ketika mendengar caci maki dan cacian tersebut rasanya sangat memukul dirinya, sehingga tidak heran kalau rasa sakit itu melekat kuat di dalam hati.

Ada yang tidak suka mendapat caci maki, namun dia berusaha sekuat tenaga untuk bersabar menerimanya. Dia melakukan itu tidak lain karena ingin mendapatkan pahala. Oleh karena itulah, dia sama sekali tidak mendendam kepada orang yang telah mencelanya. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa dia tetap terlihat sedikit merasa kesal terhadap orang tersebut. Demikianlah cara berusaha untuk melatih jiwa agar bisa ridha terhadap caci maki.

Ada yang pada mulanya merasa tidak suka ketika dicaci, namun selang beberapa waktu kemudian dia sadar bahwa cacian tersebut memang layak untuk diterima. Hanya saja dia agak memperlakukan beda antara orang yang telah mencacinya dengan orang yang tidak mencaci dirinya. Setidaknya orang yang seperti ini sudah baik. Dan dia hanya perlu membenahi jiwanya agar lebih bersikap jujur.

Ada yang tidak merasa benci ketika menerima cacian. Dia malah rendah hati dan memilih untuk merunduk. Orang yang telah memberinya cacian dia beri perlakukan baik, sama seperti orang yang tidak pernah mencaci dirinya. Orang yang seperti ini sudah sangat diharapkan mencapai tingkat shiddiq.

Ada yang hatinya sudah mengatakan kejujuran. Dia merasa bahwa jiwanya memang sangat berhak untuk dicaci. Jadi ketika dia mendapatkan caci maki, maka dia merasa ridha dan sadar kalau dirinya pantas menerima itu. Dia merasa masih lebih baik, karena yang dicaci oleh orang hanya dalam hal tersebut. Padahal masih banyak lagi aib lain yang seharusnya juga mendapatkan cemoohan dari khalayak. Dia merasa Allah telah menutupi aib dirinya yang lain. orang yang seperti inilah agamanya akan selamat. Celaan akan menjadi simpanan kebaikan baginya di akhirat. Dan dia juga termasuk orang yang menonjol di zamannya.

Demikianlah kondisi setiap orang ketika menerima pujian dan caci maki. Kondisi mereka selalu saja berubah setiap jam dan setiap hari, setiap bulan dan setiap tahun, bahkan frekwensinya juga kadang naik dan kadang turun.

Sumber: Buku Renungan Suci – Bekal Menuju Taqwa karangan Al-Muhasibi, diterjemahkan olehWawan Djunaedi Soffandi, S.AG., diterbitkan oleh Pustaka Azzam Penerbit Buku Islam Rahmatan.

Thursday, April 8, 2010

Menguji Amarah

Ada sedikit tips menarik yang saya peroleh saat membaca cerita “Pengadilan” dalam buku “Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya”. Buku yang ditulis oleh Ajahn Brahm seorang Sarjana Fisika Teori lulusan Cambridge University yang kemudian memutuskan untuk menjadi seorang pertapa dalam tradisi hutan Thai ini berisi 108 kisah yang berasal dari pengalamannya sendiri dan orang lain dengan dibumbui kisah klasik tempo dulu mengenai pemaafan, pembebasan dari rasa takut, dan pelepasan yang menyentuh, menggelikan dan mencerahkan.

“Pengadilan” adalah cerita ke 29 dari buku tersebut yang berasal dari pengalamannya sendiri dalam mengungkapkan kemarahannya. Ajahn Brahm bercerita; kalau kita akan marah, pertama-tama kita harus mencari pembenaran bagi kita sendiri. Kita harus meyakinkan bahwa marah itu pantas, tepat, benar. Nah disinilah uniknya cerita tersebut, siapa sih yang bisa dan sempat menguji bahwa marah kita itu pantas, tepat dan benar, paling-paling yang namanya marah yaaa langsung aja marah, maklum udah sampai ubun-ubun,namanya juga lagi nafsu, hehehe.

Ajahn Brahm ternyata punya trik untuk menguji bahwa marah itu pantas, tepat dan benar. Jika kita marah, maka dalam proses batin yang marah, hendaknya marah itu kita uji dalam “Pengadilan” Pikiran kita.

Marah kok diuji, di Pengadilan lagi. Saya jadi ingat Mahkamah Konstitusi, sebuah lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan peradilan di Indonesia disamping Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya. Kalau kita perhatikan, Salah satu tugas Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Di Mahkamah konstitusi, undang-undang akan diuji apakah proses pembentukan dan materi muatannya telah sesuai dan tidak bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak.

Lantas bagaimana kalau yang diuji itu Amarah? Apakah akan dinilai juga proses pembentukan dan tingkat kesesuaian amarah kita kepada seseorang, sehingga amarah kita bisa disebut pantas, tepat dan benar?
Namun ternyata Ajahn Brahm mengilustrasikan proses peradilan berkaitan dengan marah dalam cerita “Pengadilan” tidak seperti beracara di Mahkamah Konstitusi, tetapi seperti di peradilan umum pidana biasa sebagai berikut:

Dalam Pikiran kita, terdakwa alias orang yang ingin kita marahi berdiri di atas panggung pengadilan pikiran. Kita adalah Jaksa Penuntutnya, Kita tahu terdakwa bersalah, tetapi supaya adil, kita harus membuktikannya kepada hakim, kepada hati nurani kita terlebih dahulu.

Kita rekontruksi “Kejahatan” yang melawan kita. Kita tuduhkan segala jenis kedengkian, sifat bermuka dua, dan niat buruk di balik semua perbuatan terdakwa. Kita ungkit kembali semua “kejahatan” terdakwa untuk meyakinkan hati nurani kita bahwa mereka tidak pantas untuk dikasihani, sebagai jaksa penuntut, kita sedang dalam proses membenarkan kemarahan kita, kita tidak ingin mendengarkan alasan-alasan yang menyedihkan, penjelasan-penjelasan yang tak dapat dipercaya, atau rengekan cengeng mohon pengampunan. Kita tengah membangun kasus yang meyakinkan, target kita adalah Hati Nurani sebagai hakim harus mengetok palu dan memutuskan terdakwa bersalah! Barulah kita merasa tak apa-apa marah kepada mereka.
Namun Jangan lupa, dalam pengadilan yang nyata, terdakwa juga berhak didampingi pengacara. Dalam cerita tersebut tidak disebutkan secara eksplisit siapa “pengacara” terdakwa, namun sebagaimana halnya jaksa penuntut dan hakim yang keduanya ada dalam diri kita, saya berpendapat pengacara terdakwapun tidak lain adalah diri kita sendiri. Agar adil, pengacara juga harus didengar suaranya. diamlah sejenak, biarkan “pengacara” pembela terdakwa menyatakan pembelaannya, berikan kesempatan kepada “Hakim”, hati nurani kita, untuk merenungkan alasan-alasan dan penjelasan yang masuk akal tentang perilaku terdakwa.

Pertanyaannya adalah, kalau tetap terdakwa dinyatakan bersalah? Marah yang pantas, tepat dan benar bagaimana yang harus kita lakukan?

Sehari sebelumnya kalau tidak salah saya sempat membaca “Wisdom” nya Oke Zone.com mengenai marah dari Arsitoteles, filsuf Yunani (384—322 SM) yang mengatakan bahwa:

"Siapa saja bisa marah. Marah itu mudah. Tetapi, marah kepada orang yang tepat, dengan derajat kemarahan yang tepat, pada saat yang tepat, untuk tujuan yang tepat, dengan cara yang tepat, ini tidak mudah."

Pengendalian diri, mungkin begitulah kira-kira pesan yang ingin disampaikan oleh Aristoteles ribuan tahun yang silam.

Bahkan Nabi Muhammad SAW bersabda: “Siapa saja yang dapat menekan amarah pada saat ia dapat melepaskan amarahnya, hatinya akan penuh dengan kedamaian dan iman kepada Allah Yang Maha Kuasa”.

Kalau saya coba terapkan tips dalam cerita “Pengadilan” ini, sepertinya saya bakal nggak jadi marah, soalnya marahnya keburu reda, habis proses sidangnya lama sih… hehehe.

Sebagai penutup cerita, Ajahn Brahm menuturkan bahwa ia mementingkan indahnya pemberian maaf. Ia menemukan bahwa suara hatinya tidak lagi membolehkan adanya putusan bersalah. Jadi, tidak mungkinlah untuk menghakimi perilaku orang lain. Kemarahannya, karena tidak dicari-cari pembenarannya, akhirnya kelaparan, dan mati.

Friday, March 26, 2010

Main Congklak Yuk…

Sudah beberapa hari ini Silmi merajuk minta dibelikan congklak, bahkan saking pengennya, pernah pagi-pagi waktu baru bangun tidur Silmi langsung minta congklak! Makanya tidak heran jika kata “congklak” yang sudah bertahun-tahun jarang kami dengar, kini kembali akrab di telinga kami.

Perjuangan Silmi untuk memiliki congklak idaman sangat intensif, Pulang kantor saya langsung disambut Silmi, “Pak… beliin congklak dong! Tapi jangan yang dari plastik ya, soalnya kalo dipake nggak enak”

Dengan mimik serius Silmi menjelaskan kepada saya apa itu congklak dan memperagakan cara mainnya, entah siapa yang mengenalkan congklak pada Silmi yang jelas uraiannya sangat aneh dan tidak begitu saya pahami.

Congklak alias dakon, adalah salah satu permainan tradisional favorit anak-anak yang hingga kini masih lestari. Semasa kecil, kami sering memainkannya.
Walau bentuk alatnya sederhana, serunya bisa bikin penasaran! Kami bermain congklak bisa berjam-jam, makanya dulu congklak pernah jadi andalan anak-anak se RT buat ngabuburit di bulan puasa hehehe. Bagi yang sudah mahir, congklak bisa dijadikan sebagai sarana untuk melatih instuisi dalam mengambil keputusan, kejelian berstrategi, sportifitas dan kesabaran.
Salah perhitungan sedikit, “Kewuk” biji congklak yang berasal dari cangkang kerang bisa habis dibabat pihak lawan, kalau sudah begini mental musti kuat dan harus tetap sabar mengatur strategi agar bisa mengumpulkan kewuk lebih banyak dan menang.

Kami berputar-putar mencari papan congklak, karena kesulitan mencari papan congklak yang terbuat dari kayu, kami memutuskan untuk mencari di Pasaraya Blok M Jakarta.
Di luar dugaan, papan congklak kayu yang dulu kami mainkan sangat sederhana dan berharga murah, sekarang dibuat bervariasi dan berharga lumayan tinggi, ada yang dilipat sederhana dengan tali tambang untuk ditenteng di ujungnya, ada juga yang dilipat berbentuk kucing, ikan, katak, dengan motif batik. Selain yang dilipat ada juga papan congklak model tradisional jawa seperti naga dan ayam, khusus yang berbentuk ayam, panjang papan congklak sekitar satu setengah meter lebih bahkan mungkin hampir dua meter, harganya sekitar 3,2 juta! Wow!! Walau bisa dipakai main congklak, bukan kelas mainan anak-anak, sepertinya lebih cocok untuk souvenir dan bagian dari interior rumah.

Papan congklak yang berbentuk naga merupakan papan congklak terbanyak, harganya berkisar 375 ribu sampai 750 ribu, bergantung jenis kayu dan motif naganya.
Pasaraya memang surga untuk mencari papan congklak, berbagai model papan ada di sana. Kami berkeliling sepuasnya mencari papan congklak yang cocok.
Harga yang wajar, jenis kayu, kualitas kayu, kehalusan papan , jumlah dan kedalaman lubang merupakan pertimbangan utama kami .
Setelah berdiskusi cukup alot (duileh… beli papan congklak aja heboh) dengan istri, akhirnya kami memutuskan untuk membeli papan congklak motif lumba-lumba.



Papan congklak yang kami pilih terdiri dari 16 lubang, 14 lubang kecil (7 lobang yang saling berhadapan di sisinya) dan 2 lobang besar di kedua ujungnya. Kami mencari yang 7 lobang saling berhadapan di kedua sisinya karena sudah terbiasa dengan jumlah tersebut. Kedalaman lobang papan cukup dalam sehingga memungkinkan untuk bisa menampung lebih banyak biji congklak dan mencegahnya meluap berhamburan. Papan cukup halus sehingga tangan tidak sakit saat bermain. Dan yang terakhir, harganya sangat bersahabat dengan kantong, maklum termasuk barang yang di “Sale!” hehehe.

Setelah memilih papan congklak, kamipun membeli satu bungkus kewuk alias biji congklak yang berasal dari cangkang kerang. 1 bungkus berisi 100 buah kewuk. untuk bisa bermain congklak, kami memerlukan 98 buah kewuk ( 1 lubang kecil di isi 7 kewuk, 14 lubang @ 7 kewuk = 98 kewuk).



Sampai di rumah kami disambut Farhan dan Silmi, Silmi luar biasa senang. Papan congklak masih harus dibersihkan, Silmi diminta bersabar menunggu hari esok.
Keesokan harinya Sepulang sekolah Silmi mulai menuangkan semua biji congklak ke atas papan secara tidak beraturan, dengan gayanya yang penuh percaya diri biji congklak di masukkan kesemua lubang sesukanya.

Saya tertawa, rupanya Silmi belum mengerti bermain congklak!
“Pak, main congklak yuk!” ajak Silmi.
“Gini dek, adek isi dulu setiap lubang yang kecil ini dengan tujuh buah biji congklak!” Saya mengeluarkan semua biji congklak dari papan congklak dan menyimpannya di pangkuan Silmi
“Gini ya Pak? Satu, dua, tiga, … tujuh”. Saya membiarkan Silmi mengisi semua lubang kecil dengan tujuh buah biji congklak sampai selesai.

Setelah selesai, saya memandu Silmi untuk mulai bermain dengan cara mengambil biji congklak di salah satu lubang kecil paling kanan, kemudian mengisi setiap lobang kecil yang dilewati dengan satu biji congklak dan berakhir di lobang besar milik Silmi. Karena berakhir di lobang besar, maka Silmi saya pandu untuk memilih biji congklak di lobang kecil lainnya di sisi Silmi dan mengisi lobang kecil yang dilewati dengan satu biji congklak. Kali ini biji congklak Silmi habis di lobang kecil yang berisi biji congklak lainnya, saya minta Silmi mengambil biji-biji congklak tersebut dan melanjutkan mengisi lobang-lobang kecil yang dilewatinya.

Silmi kelihatan masih kaku, tapi senang, sesekali ia tertawa saat biji congklaknya jatuh dan kadang-kadang loncat jauh keluar lobang. Kali ini biji congklak Silmi habis di lobang kosong yang ada di sisi Silmi. Silmi saya minta untuk berhenti dan mengambil semua biji congklak di sisi lawan yang berhadapan dengan lobang kosong tempat biji congklak Silmi habis. Silmi kaget jumlah biji congklak yang ia dapat cukup banyak. Saya membantu Silmi memindahkan biji congklak ke lobang besar milik Silmi. Permainan berlanjut, Saya mencoba untuk memainkan pihak lawan dan mulai mengisi lobang kecil dengan biji congklak. Biji congklak saya habis di lobang kosong yang ada di sisi Silmi, saya berhenti dan tidak mendapatkan apa-apa. Silmi heran, rupanya Silmi memang perlu banyak berlatih main congklak!

Bermain congklak bukan monopoli anak perempuan, anak laki pun bisa memainkan congklak. Keesokan harinya, sebagai selingan disela-sela kegiatan belajar dalam menghadapi ulangan tengah semesternya, saya mengajak Farhan bermain congklak. Farhan saya ajarkan strategi bermain congklak. Farhan yang kemarin hanya sekedar bermain congklak tanpa strategi kini saya ajari beberapa trik yang masih saya ingat.

Saya tunjukan betapa pentingnya kecermatan dalam menghitung biji congklak tanpa harus menghitungnya satu persatu. Dulu kami sering ribut sama pihak lawan kalau ketahuan menghitung biji congklak , pihak lawan menyebutnya curang. Hitung-hitungan ini bisa menjadi sumber keributan yang bikin seru suasana. Kemarin Farhan dan Ibunya juga ribut karena masing-masing ketahuan menghitung biji congklak hehehe.



Saya menutup permainan congklak dengan menekankan perlunya kesabaran dan sportifitas. Bagaimanapun juga ini hanya sebuah permainan, kalah menang bukan menjadi tujuan. Farhan mengangguk dan pamit untuk kembali belajar pelajaran sekolah.

Di kamar tidur sayup-sayup terdengar suara Silmi sedang belajar bersama ibunya, besok adalah hari ke tiga ulangan tengah semesternya di kelas 1 SD.

Monday, February 22, 2010

Gedung “Indonesia Menggugat”



Gedung Indonesia Menggugat terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan No. 5 Bandung, dibangun pada tahun 1917. Luas bangunan 970 M2 didirikan di atas tanah seluas 1.685 m2. Pada tahun 1923 bangunan tersebut diperluas dengan atap bersusun dua.



Dibanding penjara Banceuy, kondisi gedung Landraad Bandoeng cukup terawat baik. Didepan gedung Nampak prasasti pemugaran gedung yang ditandatangani oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 30 Desember 2002.



Begitu masuk gedung, kami terkejut sekaligus terkesima. Rupanya ruang sidang pengadilan yang berukuran kurang lebih 3 X 6 m ini masih dapat kami saksikan keberadaannya.

Kami semua larut dalam suasana gedung yang dramatis, tanpa terasa Bude yang turut serta dalam rombongan kami menitikkan airmata haru.



Diruang sidang inilah Soekarno disidangkan. Soekarno diajukan ke persidangan atas tuduhan subversi. Persidangan berlangsung berminggu-minggu.

Akhirnya, dalam putusan setebal 62 halaman yang dibacakan dalam sidang 22 Desember 1930, Soekarno dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Tiga orang rekannya, masing-masing Gatot Mangkoepradja dua tahun, Maskoen Soemadiredja satu tahun delapan bulan dan Supriadinata satu tahun tiga bulan penjara.

Merasa tidak puas atas putusan yang dianggap tidak adil tersebut, Soekarno dan tiga rekannya mengajukan banding. Tetapi Raad van Justitie di Batavia sama sekali tidak mempertimbangkannya. Dalam putusannya tanggal 17 April 1930, Raad van Justitie menguatkan putusan Landraad Bandoeng.

Di salah satu dinding gedung terdapat beberapa bingkai kayu yang berisi kutipan dari beberapa literatur menggambarkan bagaimana proses persidangan di Landraad Bandoeng saat itu.



Salah satu diantaranya berbunyi sebagai berikut:

“JAKSA DAN HAKIM TIDAK MENJUNJUNG KEADILAN HUKUM”
Dalam proses pengadilan tersebut, terlihatlah bahwa Jaksa dan hakim bukan sebagai manusia yang menjunjung tinggi keadilan yang dikeramatkan, akan tetapi merupakan manusia kolonial yang tidak menjunjung tinggi keagungan dan keadilan hukum.
Proses sidang pengadilan ini menunjukkan bagaimana sebenarnya empat terdakwa tersebut secara dinamis dan dialektis telah mengubah seluruh suasana ruang persidangan menjadi suatu forum pengadilan yang mendakwa sistim kolonial Belanda, sebagai sumber pokok dari segala kemelaratan dan kemiskinan Rakyat Indonesia. Pengadilan yang Menggugat Belanda tersebut dikenal sebagai peristiwa “Indonesia Menggugat” yang dilaksanakan di Gedung Landraad Bandoeng”.


Setelah vonis dijatuhkan, Soekarno dan teman-temannya dipindahkan dari Penjara Banceuy ke Penjara Sukamiskin, letaknya sekitar lima kilometer arah timur Kota Bandung.


Sumber Photo: Bandung Kilas Peristiwa di Mata Filatelis sebuah Wisata Sejarah

Sebenarnya kami ingin mengunjungi Penjara Sukamiskin. Namun sayang waktu tidak memungkinkan.

Friday, February 19, 2010

Sel No. 5 Penjara Banceuy “Kisah Monumen Sejarah” yang Merana

Minggu pagi 14 Februari 2010, bertepatan dengan Tahun Baru Imlek, saya bertanya pada Farhan yang tengah asyik main game di handphone milik Pakdenya.

“Kak, Siapa Presiden Pertama RI?”, pertanyaan yang dianggap mudah ini dijawab sambil lalu “Soekarno, Pak”
“Kakak tahu nggak dulu Soekarno pernah di penjara?”
“Iya, kakak tahu, di Sukamiskin Kan?” jawab anak saya heran dengan pertanyaan bapaknya.
“Sebelum di Sukamiskin, Kakak tahu nggak Soekarno pernah di penjara di mana?”

Farhan menghentikan permainan game nya, “Emang dipenjara mana lagi Pak?”
“Banceuy, Penjara Banceuy Kak”, jawab saya “Kakak tahu Penjara Banceuy ada dimana?”
Kali ini Farhan mengernyitkan keningnya berusaha untuk menjawab pertanyaan saya.
“Tidak tahu Pak. Yang kakak tahu menurut buku Pelajaran Sekolah, Soekarno itu di penjara di Sukamiskin”.
“Kakak mau lihat sel tempat Soekarno dulu di tahan di Penjara banceuy?” Tanya saya.

Farhan kaget, mungkin dibenaknya tidak pernah terbayang bahwa sejarah yang selama ini ia baca di buku pelajaran bisa ditelusuri keberadaannya sekarang “Mau, mau Pak!” jawab Farhan semangat.

Kami segera meluncur ke Pertokoan Banceuy Permai. Rombongan berangkat dua mobil sama seperti tadi malam saat kunjungan ke Observatorium, hanya saja kali ini ibu saya tidak ikut.

Saya, Istri, Silmi dan si kecil Azmi tiba lebih dahulu di lokasi. Dengan tidak sabar saya segera menuju bangunan kecil yang kurang terawat terpencil di sisi pojok komplek pertokoan Banceuy Permai.



Bangunan kecil ini dulunya Menara Pengawas tembok Penjara Banceuy, kalau tidak salah dulu ada empat menara.


sumber photo: Bandung Kilas Peristiwa di Mata Filatelis Sebuah Wisata Sejarah

Penjara Banceuy yang sangat bersejarah ini dibangun pada tahun 1871 kemudian pada pertengahan tahun 1980an dirobohkan untuk pembangunan sebuah komplek pertokoan Banceuy Permai.




sumber photo: Bandung Kilas Peristiiwa di Mata Filatelis Sebuah Wisata Sejarah

Satu menara dan sel penjara no 5 tempat Soekarno dulu ditahan dibiarkan utuh untuk dijadikan monumen.


sumber photo: Bandung Kilas Peristiwa di Mata Filatelis Sebuah Wisata Sejarah

Perlahan saya mendekati bangunan menara, bau aroma tidak sedap tong sampah yang disimpan dalam menara menyergap hidung saya.



Dengan hati-hati saya dorong pintu besi yang tidak terkunci, saya mengecek situasi dalam menara.

Tangga Besi menara menuju lantai atas masih kokoh. Saya memberanikan diri untuk menaiki tangga.



Di ruang atas menara pengawas kondisi “Monumen” sejarah bangsa ini tidak kalah memprihatinkan. Nampak sampah berserakan, mungkin tunawisma menggunakan menara ini sebagai tempat beristirahat di malam hari, beberapa pakaian lusuh dan sandal jepit teronggok di salah satu sudut ruang pengawas.



Dari bawah Silmi memanggil ingin ikut naik. Hanya saja saya larang, terlalu bahaya untuk anak sekecil Silmi naik ke atas.



Turun dari menara saya segera menuju sel no 5 yang bersejarah. Saya sedikit merinding ada kesan haru yang begitu mendalam terpendam dalam hati, inilah salah satu jejak monumen sejarah emas anak bangsa dalam mencapai kemerdekaan, kini Saksi bisu sejarah ini berdiri kesepian menanti perhatian.



Saya mencoba untuk membuka pintu sel, namun dikunci. Pintu sel masih kelihatan Kokoh, dibalik jeruji besi saya melihat bendera Merah Putih terpasang di dinding, ukuran sel sangat sempit.



Disamping sel ada seonggok batu, Saya dan istri tidak memahami maksud batu ini, kondisinya tidak kalah memprihatinkan, Nampak genangan air hijau dalam cekungan tembok yang ditumbuhi lumut. genangan air ini sangat rawan dijadikan sarang nyamuk, untunglah ada orang yang berinisiatif memasukan beberapa ekor ikan mas kecil di dalamnya mungkin ditujukan untuk memakan jentik nyamuk.





Saya berkeliling memperhatikan monumen batu, tidak ada sedikitpun penjelasan atau keterangan mengenai maksud monumen batu ini.

Tiba-tiba Hp berbunyi, Farhan yang berada di rombongan mobil ke dua sampai. Kami kembali menuju tempat parkir menyambut rombongan.

Farhan yang dari tadi tidak sabaran ingin segera sampai langsung saya ajak untuk menaiki menara pengawas. Ada sedikit keraguan dari Farhan, Farhan sempat mundur dan menolak. Bau sampah yang menyengat menjadi salah satu alasannya. Setelah saya yakinkan aman, akhirnya Farhan memberanikan diri untuk naik ke atas.



Kemudian rombongan menuju sel no. 5, Sulit bagi saya untuk menjelaskan bahwa sel no 5 yang berukuran sekitar 2 X 2,5 meter ini dulunya tidak berada di tengah komplek pertokoan.



Pada zaman penjajahan Belanda, Soekarno karena kegiatan politiknya pertama kali berkenalan dengan penjara di tempat ini.

Demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, Soekarno pada tanggal 4 Juni 1927 mendirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Belanda khawatir dengan sepak terjang kegiatan politik Soekarno, maka pada tanggal 29 Desember 1929, bersama dengan Gatot Mangkupradja dan Maskoen Somadiredja, Soekarno ditangkap dan dijebloskan ke Penjara Banceuy.

Soekarno mendekam di penjara Banceuy selama delapan bulan. Kemudian sejak tanggal 18 Agustus 1930 Soekarno dan teman-temannya diajukan ke persidangan Landraad Bandoeng. Tim Pembela Soekarno terdiri dari Mr. Sartono, Mr. Sujudi, Mr. Sastromuljono dan ahli hukum R. Idih Prawiradiputra.

Pembelaan Soekarno di Landraad Bandoeng yang berjudul Indonesie Klaagt Aan (Indonesia Menggugat) di susun diruang pengap “Sel No. 5” Penjara Banceuy, Luar Biasa! Pembelaan Soekarno ini membuat marah pemerintah Kolonial Belanda.

Untuk melengkapi perjalanan sejarah, saya mengajak rombongan ke “Gedung Indonesia Menggugat” yang merupakan tempat persidangan Soekarno dulu.

Kami pun meninggalkan monumen penjara Banceuy menuju Landraad Bandoeng yang kini namanya berubah menjadi Gedung Indonesia Menggugat.

Tuesday, February 16, 2010

Observatorium Bosscha, Mutiara dari Selatan Khatulistiwa.

Setelah minggu lalu mengunjungi Pabrik Kina, sasaran kunjungan kami kali ini adalah Observatorium Bosscha.

Kami berangkat dari Bekasi Sabtu sore. Sepanjang Perjalanan tol menuju Bandung, kami diguyur hujan deras. Hujan baru berhenti saat kami mulai memasuki kawasan Pintu tol Padalarang Barat. Kami tiba di Bandung pukul 19.30.

Sebenarnya kami belum begitu yakin apakah Obsevatorium Boscha buka pada malam ini terlebih cuaca dalam keadaan mendung, namun untuk memenuhi rasa penasaran, kami memutuskan untuk tetap mengunjungi Observatorium.

Berdasarkan informasi yang kami baca di buku ‘Jendela Bandung’ walaupun bukan obyek wisata, Observatorium Bosscha memungkinkan dikunjungi publik pada malam hari, waktunya diatur dan bergantung pada kesediaan observatorium.

Observatorium Bosscha terletak di atas bukit di pinggiran kota Lembang. Walaupun lokasinya berada luar kota Bandung sekitar 15 km arah utara, status Observatorium Bosscha tidak dapat dipisahkan dari kota Bandung, karena sejak didirikannya sampai sekarang pengelolaan dan kepemilikannya ada di bawah Technische Hooge School yang sekarang menjadi Institut Teknologi Bandung.

Dari Bandung kami bergerak menuju Lembang sekitar pukul 20.15. Walaupun Saat ini malam Minggu, jalanan tidak terlalu macet, sehingga kami leluasa meluncur ke arah utara kota Bandung dengan lancar. Setelah menemui simpang tiga jalan Lembang-Bandung, kami masuk melewati pintu gerbang besi dan menelusuri jalan kecil menanjak yang gelap sejauh kurang lebih dua kilometer.

Kami tiba sekitar pukul 21.00, secara samar kami melihat kubah putih observatorium, suasana komplek observatorium gelap dan sepi. Setelah mobil kami parkir, Kami didatangi oleh petugas jaga. Dari petugas jaga kami memperoleh informasi bahwa observatorium sudah tutup sejak pukul 15.00.

Farhan anak saya yang paling besar kelihatan kecewa. Keinginannya untuk bisa menikmati benda langit nun jauh diangkasa sana belum bisa terpenuhi. Dengan ramah petugas jaga memandu mobil kami untuk berbalik arah meninggalkan kompleks obsservatorium.

Photo Udara Komplek Observatorium Bosscha tahun 1930an.
Sumber Photo: Bandung Kilas Peristiwa di Mata Filatelis Sebuah Wisata Sejarah

Pemikiran untuk mendirikan Observatorium dicetuskan pada tahun 1920, sejalan dengan berdirinya Nederlandsch Indische Sterrenkundige VereenigingNISV (Perkumpulan Ilmu Astronomi Hindia Belanda) yang dipelopori oleh Karel Albert Rudolf Bosscha (K.A.R. Bosscha).

Observatorium ini merupakan sumbangan dari Raja Teh Perkebunan Malabar K.A.R. Boscha dan sepupunya Ir. K.A. Kerkhoven. Kompleks Observatorium dibangun mulai tahun 1922 di atas lahan salah satu puncak perbukitan di sekitar gunung tangkuban perahu (1300 meter diatas permukaan laut). Lahan tersebut  hadiah dari keluarga Ursone peternak sapi perah berkebangsaan Italia di Lembang.

Tanggal 1 januari 1923 walaupun bangunan komplek belum selesai seluruhnya, komplek observatorium diresmikan oleh Gubernur Jenderal Mr. D. Fock. Observatorium selanjutnya diserahkan NISV kepada Technische Hooge School . Nama observatorium Bosscha baru ditetapkan lima tahun kemudian, setelah K.A.R. Bosscha meninggal. Pemberian nama Observatorium Bosscha merupakan bentuk penghargaan atas jasa-jasa dan dedikasinya membangun observatorium di Lembang.

Observatorium Bosscha terletak pada lintang geografis yang dekat dengan khatulistiwa. Keberadaan observatorium ini memiliki peran sangat penting karena memungkinkan menyapu belahan selatan dan utara. Pantas jika observatorium Bosscha dijuluki “ Mutiara di Selatan Khatulistiwa”. Selain itu, karena letak bujur geografisnya berada di antara observatorium besar di Afrika Selatan dan Australia, maka Observatorium Bosscha merupakan mata rantai penting dalam jaringan observatorium yang ada di seluruh dunia.



Gedung Observatorium Zeiss di Komplek Observatorium Bosscha tahun 1990an
tampak teleskop Zeiss berbobot 17 ton dengan panjang 11 meter.
Sumber Photo: Bandung Kilas Peristiwa di Mata Filatelis sebuah Wisata Sejarah.


Bagi Indonesia, observatorium tersebut memiliki multifungsi. Sebagai Pusat Penelitian dan Pengembangan Astronomi dan Sains Keantariksaan, observatorium Bosscha melakukan penelitian yang melingkupi struktur alam semesta, struktur galaksi, fisika bintang dan bintang ganda, tata surya dan sains antariksa. Baik secara teoritis maupun atas dasar pengamatan. Hingga saat ini Observatorium Bosscha merupakan fasilitas penelitian astronomi milik ITB.

Sebagai bentuk pengabdian masyarakat, Observatorium Bosscha membuka kunjungan terbatas dengan jadwal sebagai berikut:

Kunjungan siang ;

Selasa-Kamis dibuka tiga sesi : Sesi I 09.00-11.00, Sesi II: 11.00-13.00, Sesi III: 13.00-15.00

Jum’at dibuka dua sesi: Sesi I: 09.00-11.00 dan Sesi II: 13.00-15.00

Sabtu 09.00-15.00

Untuk kunjungan siang, pengunjung dapat:

-mengunjungi teleskop Zeiss (tidak meneropong)

- mendapat info astronomi di ruang multimedia

Kunjungan malam;

Untuk kunjungan malam, hanya diselenggarakan tiga malam tiap bulan dalam bulan April s.d. Oktober.

Jika langit cerah (tidak mendung/hujan), pengunjung malam dapat mengamati bulan & objek-objek lain menggunakan teleskop Unitron dan Bamberg.

Bagi mereka yang berminat mengunjungi Observatorium Bosscha dianjurkan mendaftar terlebih dahulu ke kantor Tata Usaha, atau melalui e-mail: kunjungan@as.itb.ac.id atau telepon.

Karena tutup, kami segera meninggalkan komplek observatorium Bosscha yang tenang dikegelapan malam.

“Pak Kok di sini gelap amat sih?” Tanya Farhan

“Untuk mengamati bintang dan benda langit lainnya memang membutuhkan kondisi gelap Kak, biar maksimal” Jawab saya.

Saat menuruni jalan komplek yang gelap, Sesekali kami melihat dari kejauhan gemerlap cahaya terang lampu kota Bandung dan sekitarnya. Tanpa disadari gemerlap lampu ini merupakan polusi sinar yang mempengaruhi kadar kualitas kegelapan langit. Konon tempat yang dijuluki ‘surga’ peneliti astronomi karena lokasi dan lingkungannya sangat mendukung ini, sudah lama menderita karena polusi sinar. Polusi Sinar ini Makin lama makin berat karena pada malam hari, langit kota Bandung makin terang seiring dengan pesatnya perkembangan Bandung.

Karena belum makan malam, Rombongan kami yang terdiri dari dua mobil bergerak lebih ke utara menuju kota Lembang, mampir di Rumah Makan Ayam Goreng ‘Brebes’ menikmati sajian ayam goreng dan hangatnya segelas susu sapi murni.

Malam semakin larut, secara perlahan Kabut mulai menyelimuti kawasan Lembang. Kami segera meluncur ke Bandung meninggalkan mutiara dari selatan khatulistiwa ‘Observatorium Bosscha’.

Thursday, February 11, 2010

Keindahan Kawah Putih Gunung Patuha

Kawah putih berada pada ketinggian 2.149 meter di atas permukaan laut, merupakan bagian dari kawasan hutan lindung seluas 2.690,5 hektar dengan vegetasi khas kawah antara lain jenis jamuju, cantigi, dan paku-pakuan. Suhu kawah berkisar 18 -26 derajat celcius. Pada malam hari bisa mencapai 11 derajat. Tetapi sewaktu-waktu, suhu bisa turun secara mendadak sampai tiga derajat celcius. Pemandangan sekeliling menjadi gelap karena tertutup kabut.

Beberapa jenis binatang yang terdapat di sana antara lain sanca, burung hantu, surili, harimau dan serigala. Untuk keselamatan pengunjung dilarang memasuki daerah sekitar sawah selewat pukul 17.00



Kawah Gunung Patuha sering berubah warna, namun karena kawah yang memiliki campuran belerang cukup tinggi lebih sering berwarna putih seperti kapas, kawahnya dinamakan kawah putih. Tetapi pada lain kesempatan berubah menjadi hijau atau kebiru-biruan, tergantung dari keadaan cuaca di sekitarnya

Andai saja saya belum pernah mengunjungi Kawah Putih Gunung Patuha di kawasan Bandung Selatan, mungkin saya tidak akan bisa membayangkan kisah yang dialami oleh Dr. Franz Wilhem Junghuhn pada tahun 1837.

Saat  pertama kali membaca kisah tersingkapnya keindahan kawah putih oleh Dr. Franz Wilhem Junghuhn, imajinasi saya larut dalam bait-bait kalimat Her Suganda, penulis buku ‘Jendela Bandung’ yang secara cermat membimbing ingatan saya akan pengalaman menakjubkan saat secara tiba-tiba, setelah beberapa langkah menapak titian tangga paving block, dikejutkan oleh pesona hamparan sebuah danau kawah yang indah berwarna putih kehijau-hijauan.



Dikisahkan bahwa keindahan kawah putih pertama kali tersingkap berkat usaha Dr. Franz Wilhem Junghun yang sedang melakukan perjalanan di daerah Bandung Selatan pada tahun 1837.

Di suatu tempat yang agak sunyi yang terletak di sekitar Gunung Patuha, peneliti yang dijuluki “Humboltdt untuk Pulau Jawa” itu beristirahat sambil duduk termenung menikmati keindahan alam Ciwidey. Tetapi selama merenung, ia tidak habis pikir, mengapa tidak seekor pun burung yang terbang melintasi daerah sekitar gunung tersebut.



Junghuhn berpikir untuk beberapa waktu lamanya sambil terus mengamati daerah sekitarnya. Ketika hal itu ditanyakan kepada pengantarnya, ia memperoleh jawaban yang tidak masuk akal. Katanya daerah tersebut sangat angker sehingga tidak seorangpun berani memasuki kawasan itu. Puncaknya yang seringkali berserlimut kabut putih, dipercaya sebagai tempat bersemayamnya arwah para leluhur dan merupakan wilayah kerajaan yang dikuasai makhluk jin. Pada salah satu puncaknya yang dinamakan Puncak Kapuk, terdapat makam para leluhur yang terdiri dari Eyang Jaga Satru, Eyang Rangsa Sadana, Eyang Camat, Eyang Ngabai, Eyang Barabak, Eyang Baskom dan Eyang Jambrong. Karena dianggap memiliki kesaktian, makam tersebut dalam waktu-waktu tertentu sering diziarahi.

Hingga kini, kepercayaan itu belum luntur. Masyarakat setempat masih mempercayai, jika sekali waktu melihat sekawanan biri-biri berbulu putih yang dipercaya merupakan jelmaan para leluhurnya. Binatang jadi-jadian itu dinamakan domba lukutan.

Mendengar kisah yang diceritakan pengantarnya, Junghuhn tidak bisa percaya dengan begitu saja. Pengalamannya selama menjelajah hutan dan mendaki gunung-gunung di Pulau Jawa mendorong jiwa petualangannya mengunjungi tempat yang dianggap angker itu. Jalan aspal mulus sejauh enam kilometer yang kini membentang dari pintu masuk Bodogol di dekat pemandian air panas Cimanggu, sebelumnya merupakan hutan lebat. Junghuhn berusaha menerobosnya, sehingga pengantarnya ketakutan. Namun begitu sampai di kaki gunung, ia tertegun beberapa saat lamanya. Pandangannya terpesona tatkala menyaksikan pemandangan yang menakjubkan.



Di depan matanya, membentang sebuah danau yang sangat indah dengan bau yang menyengat. Airnya putih kebiru-biruan. Oi… betapa indahnya. Junghuhn segera menyadari, mengapa burung-burung menghindar terbang di atas puncak gunung tersebut. Jelas bukan karena angker, namun karena kandungan belerang kawah tersebut cukup tinggi. Baunya menyengat kuat.

Ketika terakhir kali kami mengunjungi Kawah Putih, Hujan deras mengguyur sepanjang perjalanan dari ciwidey, untungnya saat kami tiba di lokasi hujan reda.  Hanya saja kabut tebal dan dinginnya udara membuat kami kedinginan.  Kami pun menyempatkan diri mampir di warung sekitar untuk menikmati jagung bakar dan segelas minuman bandrek yang hangat ... duh nikmaatnya!