Pernahkah kita memuji atau mencaci maki seseorang? Bagaimana perasaan kita saat memuji atau mencaci maki seseorang? Puas? Bahagia? Sedih? Senang? Lantas bagaimana perasaan kita saat kita menerima pujian atau cacian dari seseorang?
Ada beberapa macam kelompok orang ketika menerima pujian dan cacian:
Ada orang yang memang berharap dipuji ketika melakukan amal perbuatan baik, Orang yang semacam ini akan binasa, atau kalau mujur maka Allah akan memberikan taubat kepadanya.
Ada orang yang tidak menginginkan pujian, namun jika ada yang memuji, dia pun merasa senang dengan pujian tersebut. Hendaklah dia berusaha keras untuk menghilangkan perasaan itu dari dalam hatinya. Tentu saja dia harus berjuang berulang-ulang dan dengan usaha yang cukup keras, dengan demikian diharapkan dia akan menjadi baik.
Ada yang tidak merasa senang jika mendapatkan pujian, sebab dia tahu bahwa pujian hanya akan menimbulkan mudharat, namun perasaan tidak senang itu tidak sampai ke taraf benci. Orang yang seperti ini Insya Allah adalah orang baik, dia hanya perlu diperbaiki keikhlasannya dalam beramal.
Ada yang merasa benci ketika menerima pujian. Namun dia tidak mampu untuk marah kepada orang yang memujinya. Orang yang seperti ini tergolong baik dan diharapkan suatu ketika dia akan mencapai taraf shiddiq.
Ada yang bisa marah kepada orang yang memberinya pujian. Orang tersebut telah sesuai dengan ajaran yang digariskan. Dia hanya tinggal membenahi perasaannya ketika menerima caci maki.
Sedangkan dalam hal menerima caci maki, maka orang juga terbagi menjadi beberapa macam:
Ada yang marah dan dendam ketika dicaci. Bahkan dia mencari saat yang tepat untuk bisa melampiaskan api dendamnya. Orang yang seperti ini akan bingung dan hancur, atau kalau lagi mujur, maka Allah akan memberikan taubat kepadanya.
Ada yang kesal apabila mendengarkan kalimat caci maki. Dia akan segera berlagak wara’ dan berbuat baik dengan niat riya’. Tidak jarang orang itu mencari-cari alasan yang bisa mentolerir keburukan yang dijadikan sebagai fokus cacian. Maka dengan diam-diam dia akan berusaha membongkar kedok keburukan orang yang telah mencaci dirinya. Orang ini tidak jauh berbeda dengan kelompok yang disebutkan di atas, yakni akan binasa dan celaka.
Ada yang marah-marah ketika mendengar caci maki dan cacian tersebut rasanya sangat memukul dirinya, sehingga tidak heran kalau rasa sakit itu melekat kuat di dalam hati.
Ada yang tidak suka mendapat caci maki, namun dia berusaha sekuat tenaga untuk bersabar menerimanya. Dia melakukan itu tidak lain karena ingin mendapatkan pahala. Oleh karena itulah, dia sama sekali tidak mendendam kepada orang yang telah mencelanya. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa dia tetap terlihat sedikit merasa kesal terhadap orang tersebut. Demikianlah cara berusaha untuk melatih jiwa agar bisa ridha terhadap caci maki.
Ada yang pada mulanya merasa tidak suka ketika dicaci, namun selang beberapa waktu kemudian dia sadar bahwa cacian tersebut memang layak untuk diterima. Hanya saja dia agak memperlakukan beda antara orang yang telah mencacinya dengan orang yang tidak mencaci dirinya. Setidaknya orang yang seperti ini sudah baik. Dan dia hanya perlu membenahi jiwanya agar lebih bersikap jujur.
Ada yang tidak merasa benci ketika menerima cacian. Dia malah rendah hati dan memilih untuk merunduk. Orang yang telah memberinya cacian dia beri perlakukan baik, sama seperti orang yang tidak pernah mencaci dirinya. Orang yang seperti ini sudah sangat diharapkan mencapai tingkat shiddiq.
Ada yang hatinya sudah mengatakan kejujuran. Dia merasa bahwa jiwanya memang sangat berhak untuk dicaci. Jadi ketika dia mendapatkan caci maki, maka dia merasa ridha dan sadar kalau dirinya pantas menerima itu. Dia merasa masih lebih baik, karena yang dicaci oleh orang hanya dalam hal tersebut. Padahal masih banyak lagi aib lain yang seharusnya juga mendapatkan cemoohan dari khalayak. Dia merasa Allah telah menutupi aib dirinya yang lain. orang yang seperti inilah agamanya akan selamat. Celaan akan menjadi simpanan kebaikan baginya di akhirat. Dan dia juga termasuk orang yang menonjol di zamannya.
Demikianlah kondisi setiap orang ketika menerima pujian dan caci maki. Kondisi mereka selalu saja berubah setiap jam dan setiap hari, setiap bulan dan setiap tahun, bahkan frekwensinya juga kadang naik dan kadang turun.
Sumber: Buku Renungan Suci – Bekal Menuju Taqwa karangan Al-Muhasibi, diterjemahkan olehWawan Djunaedi Soffandi, S.AG., diterbitkan oleh Pustaka Azzam Penerbit Buku Islam Rahmatan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment