Sudah beberapa hari ini Silmi merajuk minta dibelikan congklak, bahkan saking pengennya, pernah pagi-pagi waktu baru bangun tidur Silmi langsung minta congklak! Makanya tidak heran jika kata “congklak” yang sudah bertahun-tahun jarang kami dengar, kini kembali akrab di telinga kami.
Perjuangan Silmi untuk memiliki congklak idaman sangat intensif, Pulang kantor saya langsung disambut Silmi, “Pak… beliin congklak dong! Tapi jangan yang dari plastik ya, soalnya kalo dipake nggak enak”
Dengan mimik serius Silmi menjelaskan kepada saya apa itu congklak dan memperagakan cara mainnya, entah siapa yang mengenalkan congklak pada Silmi yang jelas uraiannya sangat aneh dan tidak begitu saya pahami.
Congklak alias dakon, adalah salah satu permainan tradisional favorit anak-anak yang hingga kini masih lestari. Semasa kecil, kami sering memainkannya.
Walau bentuk alatnya sederhana, serunya bisa bikin penasaran! Kami bermain congklak bisa berjam-jam, makanya dulu congklak pernah jadi andalan anak-anak se RT buat ngabuburit di bulan puasa hehehe. Bagi yang sudah mahir, congklak bisa dijadikan sebagai sarana untuk melatih instuisi dalam mengambil keputusan, kejelian berstrategi, sportifitas dan kesabaran.
Salah perhitungan sedikit, “Kewuk” biji congklak yang berasal dari cangkang kerang bisa habis dibabat pihak lawan, kalau sudah begini mental musti kuat dan harus tetap sabar mengatur strategi agar bisa mengumpulkan kewuk lebih banyak dan menang.
Kami berputar-putar mencari papan congklak, karena kesulitan mencari papan congklak yang terbuat dari kayu, kami memutuskan untuk mencari di Pasaraya Blok M Jakarta.
Di luar dugaan, papan congklak kayu yang dulu kami mainkan sangat sederhana dan berharga murah, sekarang dibuat bervariasi dan berharga lumayan tinggi, ada yang dilipat sederhana dengan tali tambang untuk ditenteng di ujungnya, ada juga yang dilipat berbentuk kucing, ikan, katak, dengan motif batik. Selain yang dilipat ada juga papan congklak model tradisional jawa seperti naga dan ayam, khusus yang berbentuk ayam, panjang papan congklak sekitar satu setengah meter lebih bahkan mungkin hampir dua meter, harganya sekitar 3,2 juta! Wow!! Walau bisa dipakai main congklak, bukan kelas mainan anak-anak, sepertinya lebih cocok untuk souvenir dan bagian dari interior rumah.
Papan congklak yang berbentuk naga merupakan papan congklak terbanyak, harganya berkisar 375 ribu sampai 750 ribu, bergantung jenis kayu dan motif naganya.
Pasaraya memang surga untuk mencari papan congklak, berbagai model papan ada di sana. Kami berkeliling sepuasnya mencari papan congklak yang cocok.
Harga yang wajar, jenis kayu, kualitas kayu, kehalusan papan , jumlah dan kedalaman lubang merupakan pertimbangan utama kami .
Setelah berdiskusi cukup alot (duileh… beli papan congklak aja heboh) dengan istri, akhirnya kami memutuskan untuk membeli papan congklak motif lumba-lumba.
Papan congklak yang kami pilih terdiri dari 16 lubang, 14 lubang kecil (7 lobang yang saling berhadapan di sisinya) dan 2 lobang besar di kedua ujungnya. Kami mencari yang 7 lobang saling berhadapan di kedua sisinya karena sudah terbiasa dengan jumlah tersebut. Kedalaman lobang papan cukup dalam sehingga memungkinkan untuk bisa menampung lebih banyak biji congklak dan mencegahnya meluap berhamburan. Papan cukup halus sehingga tangan tidak sakit saat bermain. Dan yang terakhir, harganya sangat bersahabat dengan kantong, maklum termasuk barang yang di “Sale!” hehehe.
Setelah memilih papan congklak, kamipun membeli satu bungkus kewuk alias biji congklak yang berasal dari cangkang kerang. 1 bungkus berisi 100 buah kewuk. untuk bisa bermain congklak, kami memerlukan 98 buah kewuk ( 1 lubang kecil di isi 7 kewuk, 14 lubang @ 7 kewuk = 98 kewuk).
Sampai di rumah kami disambut Farhan dan Silmi, Silmi luar biasa senang. Papan congklak masih harus dibersihkan, Silmi diminta bersabar menunggu hari esok.
Keesokan harinya Sepulang sekolah Silmi mulai menuangkan semua biji congklak ke atas papan secara tidak beraturan, dengan gayanya yang penuh percaya diri biji congklak di masukkan kesemua lubang sesukanya.
Saya tertawa, rupanya Silmi belum mengerti bermain congklak!“Pak, main congklak yuk!” ajak Silmi.
“Gini dek, adek isi dulu setiap lubang yang kecil ini dengan tujuh buah biji congklak!” Saya mengeluarkan semua biji congklak dari papan congklak dan menyimpannya di pangkuan Silmi
“Gini ya Pak? Satu, dua, tiga, … tujuh”. Saya membiarkan Silmi mengisi semua lubang kecil dengan tujuh buah biji congklak sampai selesai.Setelah selesai, saya memandu Silmi untuk mulai bermain dengan cara mengambil biji congklak di salah satu lubang kecil paling kanan, kemudian mengisi setiap lobang kecil yang dilewati dengan satu biji congklak dan berakhir di lobang besar milik Silmi. Karena berakhir di lobang besar, maka Silmi saya pandu untuk memilih biji congklak di lobang kecil lainnya di sisi Silmi dan mengisi lobang kecil yang dilewati dengan satu biji congklak. Kali ini biji congklak Silmi habis di lobang kecil yang berisi biji congklak lainnya, saya minta Silmi mengambil biji-biji congklak tersebut dan melanjutkan mengisi lobang-lobang kecil yang dilewatinya.
Silmi kelihatan masih kaku, tapi senang, sesekali ia tertawa saat biji congklaknya jatuh dan kadang-kadang loncat jauh keluar lobang. Kali ini biji congklak Silmi habis di lobang kosong yang ada di sisi Silmi. Silmi saya minta untuk berhenti dan mengambil semua biji congklak di sisi lawan yang berhadapan dengan lobang kosong tempat biji congklak Silmi habis. Silmi kaget jumlah biji congklak yang ia dapat cukup banyak. Saya membantu Silmi memindahkan biji congklak ke lobang besar milik Silmi. Permainan berlanjut, Saya mencoba untuk memainkan pihak lawan dan mulai mengisi lobang kecil dengan biji congklak. Biji congklak saya habis di lobang kosong yang ada di sisi Silmi, saya berhenti dan tidak mendapatkan apa-apa. Silmi heran, rupanya Silmi memang perlu banyak berlatih main congklak!
Bermain congklak bukan monopoli anak perempuan, anak laki pun bisa memainkan congklak. Keesokan harinya, sebagai selingan disela-sela kegiatan belajar dalam menghadapi ulangan tengah semesternya, saya mengajak Farhan bermain congklak. Farhan saya ajarkan strategi bermain congklak. Farhan yang kemarin hanya sekedar bermain congklak tanpa strategi kini saya ajari beberapa trik yang masih saya ingat.
Saya tunjukan betapa pentingnya kecermatan dalam menghitung biji congklak tanpa harus menghitungnya satu persatu. Dulu kami sering ribut sama pihak lawan kalau ketahuan menghitung biji congklak , pihak lawan menyebutnya curang. Hitung-hitungan ini bisa menjadi sumber keributan yang bikin seru suasana. Kemarin Farhan dan Ibunya juga ribut karena masing-masing ketahuan menghitung biji congklak hehehe.
Saya tunjukan betapa pentingnya kecermatan dalam menghitung biji congklak tanpa harus menghitungnya satu persatu. Dulu kami sering ribut sama pihak lawan kalau ketahuan menghitung biji congklak , pihak lawan menyebutnya curang. Hitung-hitungan ini bisa menjadi sumber keributan yang bikin seru suasana. Kemarin Farhan dan Ibunya juga ribut karena masing-masing ketahuan menghitung biji congklak hehehe.
Saya menutup permainan congklak dengan menekankan perlunya kesabaran dan sportifitas. Bagaimanapun juga ini hanya sebuah permainan, kalah menang bukan menjadi tujuan. Farhan mengangguk dan pamit untuk kembali belajar pelajaran sekolah.
Di kamar tidur sayup-sayup terdengar suara Silmi sedang belajar bersama ibunya, besok adalah hari ke tiga ulangan tengah semesternya di kelas 1 SD.